Takdir Kita Sama: Menjadi Seorang Hantu

Oleh

Farel Arza Nurrahman

Sudah 2 jam hujan mengguyur Franceshill. Tidak terlalu deras, sih. Tapi, karena saya seorang hantu, pasti tidak akan merasakan air yang menyentuh kulit. Langsung tembus melewatinya sebelum menitik di bawah saya. Malam yang dingin itu (karena hujan), saya bertugas menjaga pemakaman ini. Berkeliling ke penjuru Franceshill. Dari sisi utara ke selatan, kemudian barat ke timur. Kecuali… “daerah ujung utara”, yang katanya banyak setan yang siap mengganggu kami yang sudah hidup damai dan tenang.

***

Saat sedang berada di sisi selatan Franceshill, saya melihat sebuah makam. Posisinya tidak jauh dari makamnya Rosie, teman baik saya selama disini.

“Kelihatannya ini baru. Mungkin seminggu,” kata saya di dalam hati. Saya mencoba untuk mengeceknya. Di nisan salibnya, tertulis “Cassandra Geraldine Harwood. Lahir 18 Januari 2001; Meninggal 7 November 2023”. Tebakan saya ternyata benar. Belum seminggu disini. Bahkan, dia meninggal tepat di hari saya harusnya berulang tahun ke-23.

Tak lama kemudian…

“Saya dimana, nih? Kenapa saya menjadi ini?” Di sebelah makam itu, ada seorang gadis yang berkata seperti itu. Bingung mengapa dia sekarang menjadi hantu, seperti saya. Saya pun mencoba untuk mendekat dan bertanya kepadanya, “Permisi. Ada apa?” Bukannya menjawab, dia malah bertanya balik ke saya.

“Mengapa saya menjadi seperti dirimu?” jawab gadis itu dengan pikirannya masih memutar dikepalanya. Memikirkan hal itu.

“Begini, miss. Mungkin kita duduk saja di sebelah makammu untuk menjawab pertanyaanmu.”

“Bagus juga.” Kemudian, kami pun duduk di sebelah makam gadis itu. Setelah itu, saya memperkenalkan diri saya kepadanya sebagai awal dari obrolan di tengah hujan yang sekarang berganti gerimis.

“Permisi. Sebelumnya, perkenalkan. Saya Francis Norrelvay. Panggil saja dengan Frank. Dan namamu siapa, miss cantik?”

“Saya Cassandra Harwood. Biasa dipanggil dengan Cassie.”

“Salam kenal, Cassie.”

“Salam kenal juga, Frank.”

“Ok, Cassie. Kamu meninggal karena apa? Sakit? Kecelakaan? Atau lainnya?”

“Kalau saya, Frank, sakit.”

“Sakit apa?”

“Kanker. Tapi lupa jenisnya apa.”

“Setahu saya, orang yang menderita penyakit itu rambutnya gundul. Atau tidak ada sama sekali.”

“Tapi… Saya kenapa menjadi seperti ini? Rambutku malah kembali tumbuh, tapi tubuhku agak putih dan transparan. Bahkan apapun yang saya sentuh malah tembus.”

“Karena kamu sekarang adalah seorang hantu. Seperti saya.”

“Hantu??!”

“Ya.”

“Terus hidupku bagaimana? Apa saya bisa kembali ke dunia untuk mewujudkan mimpiku selama masih sakit?”

“Mohon maaf, Cassie. Kelihatannya tidak bisa?”

“Apa??” Lalu, Cassie larut dalam kesedihan. Mendengar tanggapan dari saya.

“Cassie, dulu saya senasib denganmu. Tapi saya dulu kena bronkitis.” Tapi, Cassie hanya diam menetaskan air mata. Saya memilih untuk menceritakan hal yang sama, “Impian saya saat itu ingin masuk neraka.”

“Neraka??!!!” kata Cassie kaget, namun masih menangis.

“Ya. Dulu saya punya dosa yang mungkin tidak bisa kamu hitung. Mungkin sebanyak isi dunia ini. Setiap orang ingin hidup di surga setelah mereka meninggal. Kecuali saya. Mungkin.”

“Tapi kenapa kamu malah disini. Tidak ke neraka?”

“Itu sudah takdir dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa.”

“Dan kenapa saya tidak di surga saja? Bersama Tuhan Yesus dan para arwah orang baik yang sudah mendahuluiku? Malah di pemakaman ini?”

“Sama seperti saya. Sudah takdir dari Tuhan.” Setelah itu, tangisan Cassie berhenti dan dia mulai paham mengapa dirinya sekarang adalah seorang hantu.

“Gimana, Cassie? Sudah tidak menangis?”

“Saya paham dengan ceritamu, Frank. Terimakasih telah membuatku paham, kenapa saya menjadi seorang hantu. Seperti kamu.”

“Tidak apa-apa. Saya malah senang kalau membagikan ceritaku. Terutama kepada penghuni baru di Franceshill.”

“Ini pemakaman Franceshill, ya?”

“Ya, Cassie. Mungkin kamu belum kenal daerah ini.”

“Ya, baru saja tahu.”

“Jadi, Cassie, takdir kita sama.”

“Menjadi seorang hantu.”

“Kalau begitu, kamu mau jadi temanku selama disini, tidak apa-apa. Saya akan menemanimu disini sampai waktumu tiba.”

“Kapan itu?”

“Hanya Tuhan yang tahu.”

“Terimakasih sekali, Frank. Mungkin kamu menjadi teman pertamaku disini.”

“Sama-sama. Tapi maaf, ya. Saya harus melanjutkan tugasku. Lain kali kita bisa bertemu lagi.”

“Ya, OK.” Kemudian, saya beranjak dari makamnya Cassie dan melanjutkan tugas jaga malamku. Hingga Subuh tiba.

SELESAI

Taman Baca Jurusan Sejarah FISIP Unnes

13 November 2023

2:49pm

Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *